Desa
Desa, atau udik, menurut definisi universal, adalah sebuah aglomerasi permukiman di area perdesaan (rural). Di Indonesia, istilah desa adalah pembagian wilayah administratif di Indonesia di bawah kecamatan, yang dipimpin oleh Kepala Desa, sedangkan di Kutai Barat, Kalimantan Timur disebut Kepala Kampung atau Petinggi.
Sejak diberlakukannya otonomi daerah Istilah desa dapat disebut dengan nama lain, misalnya di Sumatera Barat disebut dengan istilah nagari, dan di Papua dan Kutai Barat, Kalimantan Timur disebut dengan istilah kampung. Begitu pula segala istilah dan institusi di desa dapat disebut dengan nama lain sesuai dengan karakteristik adat istiadat desa tersebut. Hal ini merupakan salah satu pengakuan dan penghormatan Pemerintah terhadap asal usul dan adat istiadat setempat.
- Pengertian lahan tidak dapat terlepas dari pengertian tahan, terutama dari bentuk tanah yang dipandang sebagai ruang muka bumi. Oleh karena itu pengertian lahan ada yang sepadan dengan pengertian ruang terbuka (land), dan ada yang sepadan dengan pengertian tanah (soil).
- Lahan mempunyai fungsi baik secara ekologis sebagai muka bumi (biosfer) tempat di mana ada kehidupan, tetapi lahan juga berfungsi sosial ekonomi yang dipandang sebagai sarana produksi, benda kekayaan/bernilai ekonomi, maupun mempunyai fungsi sosial untuk kepentingan masyarakat umum.
- Posisi lahan bagi ruang adalah sebagai landasan atau bidang dasar bagi pembentukan ruang baik yang berupa kawasan maupun wilayah pemerintahan.
- Lahan juga bisa dikatakan sebagai matra dasar ruang baik itu ruang daratan, ruang lautan dan ruang udara.
- Besaran satuan lahan adalah bentuk tanah yang diukur berdasarkan luas dua dimensi (Ha, m2) dan bukan bentuk tanah yang diukur berdasarkan volume atau berat (tiga dimensi).
- Sifat lahan sebagai sumber daya alam adalah induk dari semua sumber daya alam lainnya yang bersifat tidak seragam nilai, permanen tidak dapat dipindah-pindahkan, dan jumlahnya terbatas.
- Dalam penggunaan lahan terlihat adanya pengaruh budaya yang besar akibat adaptasi manusia terhadap pemanfaatan lahan atau ruang yang terbentuk.
Bentuk lahan dibedakan berdasarkan proses pembentukan lahan secara alami dan bentuk lahan akibat proses adaptasi manusia terhadap lahan, dan pembentukan lahan secara alami didasarkan atas klasifikasi morfometri, morfografi, morfogenesis, morfokronologi dan litologi. Sedangkan bentuk lahan akibat kegiatan manusia atau hasil adaptasi manusia terhadap lingkungannya dapat dilihat dari pola penggunaan lahan yang merupakan dampak dari segala kegiatan manusia.
Kondisi alam
Klasifikasi penggunaan lahan dituangkan pada peta-peta berskala besar (1 : 200.000) hingga berskala kecil (1 : 12.000). Peta-peta berskala besar menggambarkan penggunaan lahan yang menggambarkan kegiatan utama manusia. Semakin kecil skala peta semakin rinci kegiatan yang digambarkan pada peta-peta.
Karakteristik Lahan Pedesaan
Suatu lahan yang mempunyai kegiatan utama berupa budidaya pertanian dan terletak di luar kawasan perkotaan disebut lahan pedesaan. Menurut sifat kegiatannya, ada 2 macam kawasan yaitu kawasan perkotaan dan kawasan pedesaan, dan di dalam masing-masing kawasan tersebut terdapat kawasan lindung dan kawasan budidaya. Lahan pedesaan terletak di dalam kawasan pedesaan.
Kawasan pedesaan mempunyai ciri-ciri khusus yang berbeda dengan kawasan perkotaan. Walaupun masing-masing pakar seperti Purwono, B. dkk (2001) dan Jayadinata, J.T. (1986) mengemukakan ciri-ciri khusus kawasan pedesaan yang berbeda-beda, namun pada prinsipnya sama yaitu adanya dominasi kegiatan/budidaya pertanian di dalam kawasan pedesaan.
Istilah pedesaan berasal dari suku kata desa yang unsur-unsurnya berupa adanya daerah, penduduk, dan tata kehidupan. Peraturan perundang-undangan tentang pemerintahan di kawasan pedesaan telah diatur dalam Undang-undang No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (pengganti UU No.5 Tahun 1979).Dewasa ini di kawasan pedesaan banyak terjadi alih fungsi lahan dari penggunaan lahan pertanian menjadi lahan non-pertanian. Faktor-faktor penyebab terjadinya alih fungsi lahan di pedesaan menurut Sugandhy, A. (1996) dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu faktor alami dan faktor anthropogenis (manusia), sedangkan menurut Sumardja, E.A. (1996) ada 6 faktor yang salah satunya adalah peningkatan laju urbanisasi.
Sebagian besar lahan pertanian di kawasan pedesaan merupakan lahan kering. Lahan kering adalah sebidang tanah yang dapat digunakan untuk usaha pertanian dengan menggunakan atau memanfaatkan air secara terbatas, dan biasanya tergantung dari air hujan.
Akibat menyusutnya luas lahan pertanian yang subur terutama lahan sawah, maka lahan yang ada dipaksa untuk berproduksi setinggi-tingginya. Hal ini, apabila terjadi lahan pertanian terus menerus ditanami tanpa diikuti dengan pengelolaan tanaman, tanah, dan air yang baik serta tepat, maka akan mengalami penurunan produktivitas tanahnya, dan lambat laun akan menjadi lahan kritis. Lahan kritis adalah lahan yang keadaan fisik, kimia, dan biologi tanahnya tidak atau kurang produktif dari segi pertanian. Lahan kritis ini sebagian besar terletak di kawasan pedesaan.
Lahan Pertanian
Pengertian tanah berbeda dengan lahan. Lahan (land) lebih luas pengertiannya dan tanah (soil) hanya merupakan salah satu komponen lahan. Lahan yang didominasi oleh penutup lahannya berupa tanaman pertanian disebut lahan pertanian.
Pembangunan pertanian melalui program ekstensifikasi mengisyaratkan adanya pembukaan lahan baru atau konversi fungsi lahan. Supaya hasil yang diharapkan akan optimal maka perlu diketahui lebih dulu tentang karakteristik lahan yang akan dikembangkan tersebut.
Karakteristik lahan antara satu wilayah dengan wilayah lain dapat dikelompokkan atas dasar satuan-satuan lahan. Satuan lahan adalah suatu wilayah dari lahan yang mempunyai kualitas lahan dan karakteristik lahan yang khas, yang dapat ditentukan batasnya pada peta. Syarat minimal untuk membentuk satu satuan lahan adalah mempunyai kesamaan bentuk lahan, kemiringan lereng, jenis tanah, dan penggunaan lahan. Dengan demikian, karakteristik lahan pertanian antara satu wilayah dengan wilayah lain dapat dibedakan atas dasar perbedaan satuan lahan pertanian.
Satuan-satuan lahan yang dibatasi tersebut akan dapat dipakai sebagai dasar interpretasi/evaluasi, dalam kaitannya dengan bentuk-bentuk penggunaan lahan. Penggunaan lahan adalah alternatif kegiatan usaha atau pemanfaatan lahan untuk pertanian, misalnya: pertanian lahan kering, pertanian lahan basah, dan sebagainya. Dari penggunaan lahan tersebut dapat diturunkan menjadi lebih khusus lagi yaitu tipe penggunaan lahan, misalnya: kebun teh, kebun anggrek, dan sebagainya.
Dalam program pengembangan lahan pertanian, masalah penyiapan lahan sangat penting untuk diperhatikan.
Selain iklim, tanah juga berpengaruh kuat terhadap pertumbuhan tanaman. Tanah perlu diklasifikasi menurut jenisnya karena tiap-tiap jenis tanah mempunyai sifat-sifat baik fisik, kimia, maupun biologi yang berbeda-beda, sehingga jenis tanah mempunyai pengaruh pada kesesuaian untuk tempat tumbuh sesuatu jenis tanaman. Tanah juga berhubungan erat dengan iklim karena faktor pembentuk tanah salah satunya adalah iklim.
Air merupakan komponen yang penting bagi tanaman sebab diperlukan untuk proses fotosintesis, metabolisme, transportasi bahan makanan ke daun, dan mengedarkan makanan dari daun ke seluruh tubuh tanaman.
Kesesuaian Lahan untuk Pertanian
Pada hakikatnya mengevaluasi lahan, baik kemampuan maupun kesesuaian lahan, merupakan proses untuk menduga potensi lahan untuk berbagai penggunaan. Kerangka dasar dari evaluasi lahan adalah membandingkan persyaratan yang diperlukan untuk penggunaan lahan tertentu dengan kondisi lahan yang akan dikembangkan. Kenyataannya bahwa berbagai penggunaan lahan membutuhkan persyaratan yang berbeda-beda, maka dibutuhkan informasi tentang kondisi lahan dan persyaratan-persyaratan untuk suatu penggunaan yang sedang dipertimbangkan. Kesesuaian lahan untuk pertanian menyangkut satu penggunaan tertentu atau penggunaan khusus. Sebagai contoh: kesesuaian untuk pertanaman padi (Oryza sativa), bayam (Amaranthus sp), dan bawang putih (Allium sativum). Kegiatan kesesuaian lahan untuk pertanian adalah kegiatan mencocokkan antara kondisi lahan yang meliputi antara lain jenis tanah dan iklim dengan persyaratan tumbuh tanaman yang akan dikembangkan. Hasil dari pemilihan jenis tanaman tersebut diharapkan akan memberikan produksi yang optimal.
Pengelolaan Lahan Pedesaan
Tujuan pembangunan pedesaan adalah meningkatkan kesejahteraan penduduk dan mengentaskan kemiskinan di kawasan pedesaan. Supaya dapat mencapai sasarannya, maka pembangunan pedesaan perlu dilakukan secara terpadu dengan melibatkan seluruh komponen yang terkait. Karena belum adanya peraturan perundang-undangan tentang tata ruang kawasan pedesaan, maka belum ada landasan kebijakan yang secara spesifik dapat digunakan untuk mengatur pengelolaan lahan pedesaan. Landasan kebijakan yang dapat digunakan dalam pengelolaan lahan pedesaan adalah UUD 45 Pasal 35 ayat (3), GBHN 1999 - 2004, dan UU No.23 Tahun 1997 Bab I butir 1, 2, 3, 4, dan 10. Komponen lahan pertanian yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman dapat dikelompokkan antara lain adalah tanah pertanian, iklim, kemiringan lereng, dan perairan. Hambatan yang berasal dari tanah pertanian dapat diatasi melalui usaha pengolahan tanah, penyesuaian pH tanah, dan pemupukan. Tanah bila mempunyai pH rendah dapat ditingkatkan melalui usaha pengapuran, bila pH nya tinggi dapat diturunkan melalui pemberian belerang atau Sulfur. Hambatan komponen kemiringan lereng dapat diatasi dengan membuat teras, sedangkan hambatan perairan dapat diatasi dengan upaya pengawetan air dan pembuatan drainase. Hambatan komponen iklim dapat diatasi dengan membangun rumah kaca (greenhouse). Keuntungan yang diperoleh adalah:
- iklim dapat diatur.
- masa panen dapat diatur.
- produksi tanaman akan meningkat.
Lahan pertanian yang ada di kawasan pedesaan perlu dikelola dengan baik, supaya tidak berubah menjadi lahan kritis. Salah satu hal yang harus diperhatikan dalam pengelolaan lahan kritis adalah dengan mengubah pola pikir penduduk pedesaan (petani) dalam upaya mengkonservasi tanah dan air.